MUHASABAH DIRI MENGGAPAI MASA DEPAN




Di akhir tahun 2008 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa  lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : " حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:






1.    Muhasabah

Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.

2.    Mu’ahadah

Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين
Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ;  ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين  إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.

3.    Mujahadah
Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.

Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

4.    Muraqabah


Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك"
artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.

Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.

Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.

5.    Mu’aqobah

Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.
  
    Mengawali tahun 2009 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.

Sumber: KY. Nursyam Syahri , sesepuh masjid Dan Madrasah Nurul Haq

Wasiat Rasulullah S.A.W



Wahai Ali, bagi orang 'ALIM itu ada 3 tanda2nya:
1) Jujur dalam berkata-kata.
2) Menjauhi segala yg haram.
3) Merendahkan diri.

Wahai Ali, bagi orang yg JUJUR itu ada 3 tanda2nya:
1) Merahasiakan ibadahnya.
2) Merahasiakan sedekahnya.
3) Merahasiakan ujian yg menimpanya.

Wahai Ali, bagi org yg TAKWA itu ada 3 tanda2nya:
1) Takut berlaku dusta dan keji.
2) Menjauhi kejahatan.
3) Memohon yang halal kerana takut jatuh dalam keharaman.

Wahai Ali, bagi AHLI IBADAH itu ada 3 tanda2nya:
1) Mengawasi dirinya.
2) Menghisab dirinya.
3) Memperbanyak ibadah kepada Allah s.w.t.

Semoga Allah SWT selalu merahmati kita semua.
Disadur dari berbagi sumber

Tanda-tanda Husnul Khatimah

Setiap hamba Allah selalu berusaha meneladani kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya, dan tentu sangat mengharapkan akhir kesudahan yang baik. Allah telah menetapkan tanda-tandanya dintara tanda-tanda husnul khatimah itu adalah:




 7.  Mati karena tenggelam.
11. Mati karena penyakit busung perut.
12. Mati karena penyakit Tubercolosis (TBC).
14. Mati dalam membela hartanya dan jiwanya.
15. Mati dalam membela Agama.
16. Mati dalam berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah..





Adapun hadist-hadist yang mendukung point-point tersebut :
1.  Mengucapkan kalimah syahadat ketika wafat :
Rasulullah bersabda :"Barang siapa yang pada akhir kalimatnya mengucapkan "La ilaaha illallah" maka ia dimasukkan kedalam surga" (HR. Hakim)
2.  Ketika wafat dahinya berkeringat :
Rasulullah bersabda :”Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya" (HR. Ahmad, AN-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu MAjah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan ath-Thayalusi dari Abdullah bin Mas'ud
3.Wafat pada malam jum'at :
Rasulullah bersabda
: "Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari jum'at atau pada malam jum'at kecuali pastilah Allah menghindarkannya dari siksa kubur" (HR. Ahmad)
4.  Mati syahid dalam medan perang :
Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang terbunuh dijalan Allah, yang mati sedang berjuang dijalan Allah, dan yang mati karena penyakit kolera, yang mati karena penyakit perut (yakni disebabkan penyakit yang menyerang perut seperti busung lapar, diare atau sejenisnya) maka dialah syahid dan orang-orang yang mati tenggelam dialah syahid” (HR. Muslim, Ahmad, dan al-Baihaqi)
5.  Mati dalam peperangan fisabilillah:
Rasulullah bersabda: “Siapa saja yang keluar dijalan Allah lalu mati atau terbunuh maka ia adalah mati syahid. Atau yang dibanting oleh kuda atau untanya lalu mati atau digigit binatang beracun atau mati diatas ranjangnya dengan kematian apapun yang dikehendaki Allah, maka ia pun syahid dan baginya surga" (HR. Abu Daud,al-Hakim, dan al-Baihaqi)
6.  Mati disebabkan penyakit kolera :
Rasulullah telah bersabda: penyakit kolera adalah penyebab mati syahid bagi setiap muslim" (HR. Bukhari, ath-Thayalusi dan Ahmad)
Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang penyakit kolera. Lalu beliau menjawab;"Adalah dahulunya penyakit kolera merupakan adzab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kemudian Dia jadikan sebagai rahmat bagi kaum mukmin. Maka tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah kolera lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah tetapkan baginya pahala orang yang mati syahid"(HR. Bukhari, al-Baihaqi dan Ahmad)
9.  Perempuan yang meninggal karena melahirkan :

Rasulullah bersabda : “Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga)" (HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi).

8.  Mati karena tertimpa reruntuhan/tanah longsor :
Rasulullah bersabda : "Para syuhada itu ada lima; orang yang mati karena wabah kolera, karena sakit perut, tenggelam, tertimpa reruntuhan bangunan, dan syahid berperang dijalan Allah" (HR.Imam Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad)

Rasulullah bersabda : “Para syuhada ada 7: mati terbunuh dijalan Allah, karena penyakit kolera adalah syahid,mati tenggelam adalah syahid,karena busung lapar adalah syahid, karena penyakit perut keracunan adalah syahid,karena terbakar adalah syahid, dan yang mati karena tertimpa reruntuhan(bangunan atau tanah longsor) adalah syahid, serta wanita yang mati pada saat mengandung adalah syahid" (HR. Imam Malik, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu MAjah dan Ahmad)
10. Mati terbakar :
Rasulullah bersabda : “Mati dijalan Allah adalah syahid, dan perempuan yang mati ketika tengah melahirkan adalah syahid, mati karena terbakar adalah syahid, mati karena tenggelam adalah syahid, mati karena penyakit TBC adalah syahid, dan mati karena penyakit perut adalah syahid"(HR.Thabrani)
13. Mati karena mempertahankan harta dari perampok :
Rasulullah bersabda : "Barangsiapa mati terbunuh dalam membela hartanya maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati dalam membela keluarganya maka ia mati syahid, dan barang siapa yang mati dalam rangka membela agama(keyakinannya) maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati mempertahankan darah (jiwanya) maka ia syahid" (HR. Abu Daud, an-Nasa'i, at-tirmidzi, dan Ahmad)
Rasulullah bersabda : "Berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah sehari semalam adalah lebih baik daripada berpuasa selama sebulan dengan mendirikan (shalat) pada malam harinya. Apabila ia mati, maka mengalirkan pahala amalannya yang dahulu dilakukannya dan juga rezekinya serta aman dari siksa kubur(fitnah kubur)" (HR. Imam Muslim, an-Nasa'i, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad)
17. Orang yang meninggal pada saat mengerjakan amal shaleh :
Rasulullah bersabda : "Barangsiapa mengucapkan 'laa ilaaha illallah' dengan berharap akan keridhaan Allah, dan diakhir hidupnya mengucapkannya, maka ia akan masuk surga. Dan, barangsiapa yang berpuasa sehari mengharap keridhaan Allah kemudian mengakhiri hidupnya dengannya (puasa), maka ia masuk surga. Dan barangsiapa bersedekah mencari ridha Allah dan menyudahinya dengan (sedekah) maka ia akan masuk surga" (HR. Ahmad)
Rasulullah bersabda: Bagi orang yang mati syahid ada 6 keistimewaan yaitu:
- Diampuni dosanya sejak mulai pertama darahnya mengucur
- Melihat tempatnya didalam surga
- Dilindungi dari adzab kubur
- Terjamin keamanannya dari malapetaka besar
- Merasakan kemanisan iman, dikawinkan dengan bidadari
- Diperkenankan memberikan syafa'at bagi 70 orang kerabatnya
(HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Mudah-mudahan Allah menjadikan akhir hidup kita husnul khatimah dan memasukkannya dalam golongan orang-orang yang mati syahid amin.

 

KISAH PENDO'A

Ketika kumohon pada Allah : KEKUATAN Allah memberiku KESULITAN agar aku menjadi KUAT
Ketika kumohon pada Allah : KEBIJAKSANAAN Allah memberiku MASALAH untuk DIPECAHKAN
Ketika kumohon pada Allah : KESEJAHTERAAN Allah memberiku AKAL untuk BERPIKIR
Ketika kumohon pada Allah : KEBERANIAN Allah memberiku KONDISI BAHAYA untuk KUATASI
Ketika kumohon pada Allah : CINTA Allah memberiku ORANG-ORANG BERMASALAH untuk KUTOLONG
Aku Tak Pernah Menerima Apa Yang Kupinta Tapi Aku Menerima Segala Yang Kubutuhkan Do'a Aku Terjawab Sudah . . .
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)–ku dan hendaklah mereka beriman kapada-Ku agar mereka selalu dalam kebenaran" (Al-Baqarah 186)

Baju Khalifah

Pada suatu hari Khalifah Umar bin Abdil Aziz naik ke atas mimbar, lalu berpidato di hadapan orang banyak. Ditengah pidatonya itu, orang-orang yang duduk di dekat mimbar teratarik kepada perbuatan khalifah yang sebentar-sebentar memegangi bajunya lalu menggerak-gerakkannya, sehingga orang-orang yang hadir di situ tertarik untuk bertanya,”Kenapakah Khalifah menggerak-gerakkan bajunya di tengah pidatonya”.
Setelah selasai dari pidatonya, menjadi jelaslah, bahwa beliau itu hendak mengeringkan bajunya. Agaknya, baju beliau itu baru saja di cuci. Namun, oleh karena beliau tidak memiliki baju lainnya, maka terpaksa baju yang baru dicucinya itu dia pakai, sekalipun belum kering.
Subahanallah, alangkah sangat jauhnya perbedaan kehidupan para pemimpin-pemimpin sekarang ini yang lebih suka memamerkan kebesaran dan keagungannya dengan memakai pakaian-pakaian kebesarannya.
Kekuasaan atau jabatan hanyalah sebagai amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada kita, agar kita menjadi contoh untuk hidup sederhana dan dapat memanfaat & menggunakannya untuk hal yang baik dan diridhoi oleh Allah SWT, agar kita menjadi Khalifah yang amanah.

Hasil Usaha

Ali bin Abi Hamzah al-Bathaini berjalan melewati imam al-Kazhim, yang sedang bekerja keras di ladangnya dan mempersiapkannya untuk ditanami, dengan penuh semangat. Keringat mengucur dari tubuhnya, sehingga Ali bin Abi Hamzah al-Bathaini tertarik untuk bertanya kepadanya. “Biarkan aku menjadi penggantimu. Kemanakah orang-orangmu? Kenapakah tidak engkau serahkan pekerjaan ini kepada orang lain?”
“Kenapakah harus aku serahkan pekerjaan ini kepada orang lain, hai Ali? Bila aku melakukan pekerjaan ini dengan tanganku sendiri, maka telah ada orang yang lebih baik dariku, dan daripada ayahku, yang bekerja dengan tangannya sendiri”.
“Siapa?”
“Rasulullah SAW dan Amirul Mukminin, dan bapak-bapak ku, seluruhnya telah bekerja dengan tangan mereka. Bekerja adalah profesi dari semua para Nabi dan para utusan Allah, para pengemban wasiat dan orang-orang yang saleh”.


By : Akmal Umam

SEMENIT SAJA

 
Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke masjid untuk disumbangkan; tetapi betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!
Betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan  teman / pacar tanpa harus berpikir panjang-panjang.
Betapa sulitnya untuk membaca satu lembar Al-qur'an tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.
Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk sholat 5 waktu, namun betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saat terakhir untuk event yang menyenangkan.
Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam al qur'an, namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain
Betapa Mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata, namun alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 30 hari ketika berpuasa.
Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci AlQuran.
Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas menit namun betapa singkatnya kalau kita melihat film.
Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser namun lebih senang berada di saf paling belakang ketika berada di Masjid
Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra namun kita mengeluh ketika pengajian lebih lama sedikit daripada biasa


Sumber : Akmal Umam

Puasa Para Wali


DALAM Alquran kata shiyam disebut delapan kali. Pada surat Al-Baqarah ayat 183, 187, dan 196 dua kali. Surat An-Nisa: 92, Al-Maidah: 89 dan 95 serta surat Al-Mujadalah: 41.
Kata shaum disebut satu kali yaitu di surat Maryam: 26. Kata shaimin disebut satu kali di surat Al-Ahzab: 35. Shaimat disebut satu kali dalam surat Al-Ahzab: 35. Tashumu disebut satu kali dalam Al-Baqarah: 184. Falyashumhu disebut satu kali di Al-Baqarah: 185.
Tiga belas kata shiyam atau shaum artinya sama, yaitu menahan makan, minum dan berhubungan seks di siang Ramadan. Hanya satu yang artinya berbeda yaitu kata shaum (QS Maryam: 26) yang artinya meninggalkan bicara.
Fakta dan kenyataan di dunia menunjukkan manusia lebih banyak shiyam. Yang menjalankan shaum hanya para wali yaitu tidak sekadar meninggalkan makan, minum dan berhubungan seks, tetapi juga meninggalkan bicara yang tidak ada artinya.
Dengan puasa, para wali berhasil mengislamkan warga Indonesia dari animisme dan dinamisme. Hal itu terjadi karena ketulusan  dan kebersihan hati para wali dari ucapan yang kotor termasuk berdusta.
Luqman Hakim, ahli hikmah mengatakan, barang siapa yang bisa berpuasa dari dusta selama 40 hari, maka akan keluar dari mulutnya mutiara hikmah. Para wali di Indonesia, sebelum menyampaikan dakwah, berpuasa di tempat-tempat sepi atau lebih dikenal berkhalwat (semedi).
Sunan Kalijaga berkhalwat di pinggir kali, Sunan Muria di Gunung Muria, Sunan Bonang di Bonang,  Sunan Gunungjati di gua Datul Kahfi di Cirebon, dan lain-lain. Maka layak, begitu para wali menyampaikan pesan-pesan dakwah langsung bisa diterima oleh umat.
Di Bagdad, Abu Yazid Al-Bustomi setelah berpuasa dengan model puasa para wali, suatu hari mendapat ilham untuk datang ke sebuah gereja. Dia masuk ke gereja dan bergabung dengan jemaat gereja.
Terjadilah peristiwa aneh. Pada saat Baba sang penginjil menyampaikan tausiah, tiba-tiba dia tidak bisa bicara. Mulutnya terkunci tidak keluar suara. Dia kemudian menghentikan ceramahnya. Setelah merenung sang Baba berkata, ‘’Di dalam gereja ini ada umat Muhammad. Saya bisa melihat dari sinar mukanya’’.
Mendengar itu, Abu Yazid buru-buru berdiri untuk keluar dari gereja. Tetapi sang Baba penginjil mencegahnya. ‘’Tuan, Anda jangan keluar. Kalau Anda bisa menjawab 19 pertanyaan saya, saya akan percaya dengan agama Anda dan mengikutinya’’.
Abu Yazid agak terkejut mendengar pernyataan sang Baba. Namun dia mempersilakannya menyampaikan 19 pertanyaan itu. Sang Baba kemudian menyampaikan satu persatu pertanyaan agar dijawab Abu Yazid.
Secara berututan dia bertanya siapakah dzat yang satu dan tidak ada duanya. Apa dua yang tidak ada tiganya, apa tiga yang tidak ada empatnya, apa empat yang tidak ada limanya, apa lima yang tidak ada keenamnya, apa enam yang tidak ada ketujuhnya.
Apa tujuh yang tidak ada kedelapannya, apa delapan yang tidak ada kesembilanya, apa sembilan yang tidak ada kesepuluhnya. Apa ke-10 yang tidak ada sebelasnya, apa 11 yang tidak ada keduabelasnya, apa 12 yang tidak ada ketigabelasnya, apa 13 tidak ada keempatbelasnya, apa yang Allah ciptakan namun Allah mengingkarinya, apa yang Allah ciptakan tapi dia mengutuknya, apa yang bernafas tanpa roh, apa kuburan yang berjalan membawa penghuni kuburnya, apa pohon-pohonan yang bercabang duabelas tiap cabang beranting 30 dan tiap ranting berbuah lima. Dan pertanyaan terakhir, apa kunci surga.
Abu Yazid dengan tegas menjawab ke-19 pertanyaan itu. Pertama, satu yang tidak ada keduanya adalah Allah swt. Dua yang tidak ada tiganya siang dan malam. Tiga yang tidak ada empatnya yaitu pertanyaan Nabi Musa kepada Nabi Khidir. Empat yang tidak ada limanya yaitu kitab samawi (Taurat, Zabur, Injil dan Alquran).
Lima yang tidak ada enamnya shalat wajib lima waktu. Enam yang tidak ada tujuhnya yaitu diciptakannya langit dan bumi (QS Qof: 38).
Sang Baba bertanya, ‘’Kenapa dalam ayat itu disebutkan Allah tidak merasa capai?’’. Abu Yazid menjawab, ‘’Karena orang Yahudi mengira bahwa hari ketujuh untuk istirahat Allah’’. Pertanyaan ketujuh, tujuh yang tidak ada delapannya ialah langit (QS Nuh:15). Pertanyaan kedelapan, delapan yang tidak ada sembilannya yaitu malaikat penjaga arsy (QS Al-Haqqoh: 117).
Sembilan yang tidak ada sepuluhnya yaitu mukjizat Nabi Musa (QS Al-Isra: 101). Sepuluh yang tidak ada sebelasnya yaitu amal kebaikan yang dilipatkan pahalanya 10 kali lipat. Sebelas yang tidak ada dua belasnya yaitu saudara-sudara Nabi Yusuf.
Dua belas yang tidak ada tiga belasnya yaitu pancuran air dari batu yang dipukul Nabi Musa. Tiga belas yang tidak ada empat belasnya yaitu sebelas saudara Nabi Yusuf ditambah bapak dan ibunya.
Allah menciptakannya tetapi menyebutnya sebagai munkar yaitu suara hewan khimar (QS Luqman:19) ‘’Sesungguhnya suara yang paling ingkar adalah suara khimar’’.
Jawaban dari pertanyaan Baba kelima belas yaitu tipu daya muslihat wanita (QS Yusuf: 28). Bernafas tanpa roh yaitu subuh (QS At-Taqwir: 18) wassubhi idza tanaffas.
Kuburan yang membawa penghuninya yaitu Ikan Hud yang menelan Nabi Yunus. Pohon yang bercabang 12 ialah tahun terdiri 12 bulan, tiap bulan 30 hari, tiap hari ada lima waktu shalat. Jawaban pertanyaan terakhir, kunci surga yaitu Laailaha Illallah Muhammadar Rasulullah.
Subhanallah, apa yang terjadi selanjutnya? Sang Baba dan seluruh penghuni gereja spontan mengucapkan kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam. Itu terjadi karena Abu Yazid Al-Bustomi setelah berpuasa dari berkata-kata kotor maka keluarlah mutiara hikmah dari mulutnya.
Dari mulut Abu Yazid yang bersih dan hati yang tulus masuk ke dalam telinga para penghuni gereja yang menembus dalam hati mereka. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Wallahu a’lam bishawab. (43)

Sumber : Ky. Nursyam Syahri

PERSIAPAN MENUJU HARI AKHIR



KHUTBAH PERTAMA
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadikan hidup dan mati, untuk menguji hamba-hamba-Nya sehingga terbedakan siapa yang paling baik amalannya di antara mereka. Begitu pula kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb yang menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya dan memuliakan hamba-hamba-Nya yang menaati-Nya. Maka, sungguh berbahagialah orang-orang yang bertakwa kepada-Nya. Dan sungguh merugilah orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang mulia, sayyidina Muhammad ibn ‘Abdillah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jalannya.
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia ini ibarat tempat penyeberangan yang sedang dilalui oleh orang-orang yang hidup di dalamnya. Setiap orang akan melewati dan meninggalkannya, lalu menuju kehidupan yang sesungguhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan dunia ini sebagai tempat beramal dan akhirat sebagai tempat pembalasan amalan. Maka setiap orang yang beramal, dia akan melihat balasannya. Dan orang yang lalai akan menyesali perbuatannya. Setiap orang yang menjalani kehidupan dunia ini akan ada saat berakhirnya. Hari pembalasan pasti akan datang, dan apa saja yang akan datang adalah sesuatu yang dekat. Maka, janganlah kita tertipu dengan gemerlapnya kehidupan dunia yang sementara ini, sehingga melalaikan dari kehidupan yang sesungguhnya di akhirat nanti.
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Ingatlah, bahwa kematian adalah suatu kepastian yang akan menimpa seseorang. Kematian akan memisahkan dirinya dari keluarga, harta, serta tempat tinggalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan melalui firman-Nya, bahwa di antara manusia ada yang akan mendapatkan pertolongan dan mendapatkan kabar gembira pada saat kematiannya, serta ada pula yang merasakan ketakutan yang luar biasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan keadaan orang-orang yang bahagia saat kematiannya dalam firman-Nya,




 Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan berbahagialah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian.’ Kami adalah penolong-penolong kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalam (surga) kalian akan memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.” (Fushshilat: 30-31)
Sungguh, kita semua tentu mengharapkan kabar gembira di saat malaikat maut hendak mencabut nyawa kita. Karena dengan itu seseorang akan mengawali kehidupan bahagia di alam akhiratnya. Dimulai dengan kenikmatan di alam kuburnya dan kemudahan-kemudahan yang akan terus dialami pada kehidupan akhiratnya. Keutamaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ini akan dirasakan oleh orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga menerima dan menjalankan syariat-Nya. Yaitu orang-orang yang senantiasa ikhlas dalam beribadah kepada-Nya dan mengikuti jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama yang mengikuti jejaknya. Adapun orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga beribadah kepada selain-Nya dan menyelisihi jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta jalan para ulama yang mengikutinya, maka dia akan merasakan siksa yang sangat pedih. Dimulai dari saat kematiannya dan begitu pula ketika berada di alam kuburnya serta kejadian-kejadian berikutnya.
Jamaah jum’ah rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia ini akan berakhir dan akan datang saatnya hari kebangkitan. Seluruh manusia, sejak yang pertama kali diciptakan hingga yang terakhir kali diciptakan akan dibangkitkan dari alam kuburnya, serta akan dikumpulkan di padang mahsyar. Selanjutnya, kehidupan akhirat akan berujung pada dua tempat tinggal yang sesungguhnya, yaitu surga atau neraka. Maka di antara manusia, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, akan menjadi penduduk surga dan dikatakan kepada mereka:


 Makan dan minumlah kalian dengan penuh kesenangan disebabkan amal yang telah kalian kerjakan pada hari-hari yang telah lalu (saat di dunia).” (Al-Haqqah: 24)
Sementara yang lainnya akan menjadi penduduk neraka. A’adzanallahu waiyyakum minannaar (semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari siksa api neraka). Mereka sebagaimana dalam firman-Nya, akan menyesal di akhirat kelak dengan mengatakan,


 Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, dan aku sungguh dahulu termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).” (Az-Zumar: 56)
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berlomba-lomba dalam beramal shalih dalam kehidupan yang singkat ini. Janganlah kita menjadi orang yang memiliki sifat sombong sehingga menolak kebenaran yang datang kepada kita. Begitu pula, janganlah kita menjadi orang-orang yang mendahulukan dunia dan mengikuti hawa nafsunya, sehingga berani berbicara dan mengamalkan agama tanpa bimbingan para ulama. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan dalam firman-Nya,



 Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at: 37-41)
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang beruntung, sehingga mendapatkan surga-Nya dan diselamatkan dari siksa api neraka.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ آثَرُوا الْآخِرَةَ عَلَى الدُّنْيَا وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِه أَجْمَعِيْنَ

KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، يَقْبَلُ تَوْبَةَ التَّائِبِيْنَ، وَلاَ يُضِيْعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، فَأَوْضَحَ بِهِ الْـمَحَجَّةَ لِلسَّالِكِيْنَ، وَأَقَامَ بِهِ الحُجَّةَ عَلَى الْمُعَانِدِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan senantiasa membersihkan dan menyucikan diri-diri kita, dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya serta tidak mengotorinya dengan perbuatan kemaksiatan kepada-Nya. Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya:
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا قَدْ.
Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)
Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah, berkaitan dengan ayat ini mengatakan, “Maknanya adalah sungguh telah beruntung orang yang membersihkan dirinya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, dan sungguh merugilah orang-orang yang mengotori dirinya dengan bermaksiat (kepada-Nya)….”
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa setiap amalan yang dilakukan oleh seseorang maka akibatnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Baik itu berupa amalan kebaikan ataupun amalan kejelekan. Allah Ta’ala berfirman,
مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِّلْعَبِيدِ
Barangsiapa mengerjakan amal yang shalih, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri.” (Fushilat: 46)
Oleh karena itu, sudah semestinya setiap orang senantiasa memperbaiki dirinya dengan terus bersemangat dalam mempelajari agama dan mengamalkannya. Bukan menjadi orang yang sibuk memerhatikan orang lain sementara dia melupakan keselamatan dirinya. Ketahuilah, setiap orang selama masih bernyawa dan berakal, tentu dia akan melakukan berbagai aktivitas. Maka, seseorang yang melakukan aktivitasnya untuk menjalankan ketaatan, berarti dia telah menjual dirinya kepada Allah Ta’ala dan akan diselamatkan dari siksa api neraka. Sedangkan orang yang melakukan aktivitasnya untuk berbuat kemaksiatan, maka sesungguhnya dia telah mencelakai dirinya sendiri.
Hadirin rahimakumullah,
Ingatlah, bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada masing-masing orang dua malaikat yang akan mencatat setiap aktivitasnya. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَّايَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu malaikat ada di sebelah kanan dan yang lain ada di sebelah kirinya. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat yang mengawasi yang selalu hadir.” (Qaf: 17-18)
Maka, marilah kita berusaha untuk menghitung amalan-amalan kita agar menjadi orang yang senantiasa memperbaiki diri di dunia ini, sebelum datangnya hari perhitungan amalan yang penyesalan pada hari itu tidak lagi memiliki arti. Begitu pula marilah kita berusaha menjaga anggota badan kita dari melakukan perbuatan yang tidak diridhai Allah Ta’ala, sebelum datang hari yang pendengaran, penglihatan, dan tubuh yang lainnya akan berbicara sebagai saksi. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُحْشَرُ أَعْدَآءُ اللهِ إِلَّى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ . حَتَّى إِذَا مَاجَآءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ . وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنطَقَنَا اللهُ الَّذِي أَنطَقَ كُلَّ شَىْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’ Kulit mereka menjawab, ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan’.” (Fushshilat: 19-21)
Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mengikuti petunjuk Rasul-Nya. Karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek perkara adalah aturan-aturan ibadah baru yang tidak sesuai dengan petunjuknya. Setiap aturan yang baru dalam ibadah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya adalah di neraka.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ الدِّيْنِ، اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا اْلبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالِمِينَ.

Sumber : Akmal Umam

MENYEBUT NAMA ALLAH DIADALAM KAMAR KECIL




Tanya -------
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya pernah mendengar bahwa saat kita berada di dalam kamar mandi haram hukumnya apabila menjawab salam. Yang ingin saya tanyakan apakah ini benar? kalau benar surat atau hadis apa yang mendasari hukum ini? Bagaimana dengan wanita yang menggunakan kalung bertulisan Allah atau ayat al'quran, bolehkan masuk ke kamar mandi dan masih menggunakan kalung tersebut? Sekian dan terimakasih Wassalamu'alaikum wr.wb Wati ===== Siti Rahmawati ---------

 Jawab ---------

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ulama menuturkan beberapa kondisi dimakruhkan mengucapkan salam, yaitu :

1. Kepada seseorang yang sedang sibuk dengan buang air besar atau kecil atau sedang di kamar kecil, mengucapkan salam hukumnya makruh dan menjawabnya juga makruh. Dalam riwayat Muslim dari Ibu Umar, seseorang mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w. ketika beliau sedang kencing, beliau tidak menjawabnya. Dalam riwayat Abu Dawud Rasulullah memberi alasan "Aku tidak suka menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci"

2. Kepada orang yang sedang shalat atau adzan/iqamah. Bila menjawab maka batal shalatnya karena mengucapkan sesuatu selain bacaan shalat. Dalam kondisi shalat bila diucapi salam bisa menjawabnya dengan isyarat atau dalam hati, atau menjawabnya setelah salam. Orang yang sedang adzan tidak wajib menjawab salam.

3. Kepada orang yang sedang tidur terlelap atau dalam keadaan ngantuk.

4. Orang yang sedang mengunyah makanan atau sedang minum. Bila diucapi salam sebaiknya menjawab setelah selesai manelan makanan atau selesai minum.

5. Kepada orang yang sedang mendengarkan khutbah Jum'at, karena diam dan mendengarkan khutbah hukumnya wajib atau sunnah.

6. Kepada orang yang sedang membaca al-Qur'an. Bila diucapi salam orang tersebut sebaiknya menghentikan sejenak bacaannya dan menjawab salam. Demikian juga kepada orang yang sedang membaca talbiyah ketika ihram.

7. Kepada wanita cantik yang belum kenal, kerana disangsikan tujuannya.

8. Kepada orang fasik yang tidak mau bertobat.

9. Memulai salam kepada non muslim.

10. Kepada orang yang sedang mabok atau gila dan tidak sadarkan diri. Membawa kalung atau cincin yang tertulis tulisan al-Qur'an atau nama Allah ke kamar kecil hukumnya makruh.

Dalam riwayat Tirmidzi dari Anas, Rasulllah s.a.w. senantiasa melepas cincinya ketika hendak masuk kamar kecil, karena cincin tersebut tertulis nama Allah. Syafi'i dan Hanafi mengatakan makruh membawa al-Qur'an atau tulisan-tulisan suci walaupun hanya sedikit ke dalam kamar kecil. Ini termasuk mata uang yang tertulis nama Allah.
Maliki dan Hanbali bahkan mengatakan haram, kecuali bila dikhawatirkan hilang bila ditinggal di luar.
Wassalam

Sumber: Akmal Umam

Langkah yang Menyuburkan Pohon Takwa



Hati (qalb) manusia itu ibarat lahan tempat bertanam dan jiwa (nafs) adalah petaninya. Setiap petani bebas menanam apa saja yang disukai dan menguntungkan di lahan miliknya. Dia bebas menentukan pupuk apa yang akan digunakan agar tanaman tumbuh subur. Bersamaan dengan itu, dia juga bebas menggunakan pestisida apa saja untuk menjaga tanamannya dari gangguan hama dan penyakit.

Demikianlah tamsil manusia dengan amalnya. Sejak lahir, di dalam setiap jiwa manusia, Allah SWT menyimpan dua benih, yaitu benih fujur (kefasikan) dan benih takwa (kebaikan). Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam QS Asy-Syams: 8-10, "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya."

Petani cerdas tentu saja akan menanam benih takwa di lahan kalbunya dan membiarkan benih fujur tumbuh kerdil dan merana. Dia akan memupuk benih takwa itu dengan Alquran dan sunah sebagai hara utama. Lalu menyiraminya dengan air hikmah, berupa ucapan dan perilaku para salafush shalih.

Bersamaan dengan itu, dia juga berusaha menjauhi segala bentuk maksiat agar tanaman terhindar dari hama dan penyakit. "Dan tanah yang subur, tanamannya tumbuh baik dengan izin Allah, sebaliknya tanah yang gesang tanamannya tumbuh kerdil ...." (QS Al-A'raf [7]: 58).

Tanaman seperti inilah yang diumpamakan oleh Allah SWT dalam QS Ibrahim [14]: 24-25. "Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat."

Betapa indah pohon takwa Rasulullah SAW. Banyak orang melemparinya dengan batu, cacian, dan berbagai fitnah, tapi Rasul SAW selalu membalasnya dengan buah senyum dan kasih sayang.

Begitu pula dengan pohon takwa Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Radliyallahu anhum, dan para sahabat lainnya yang selalu berbuah akhlaqul karimah. Mereka, generasi pertama Islam yang selalu menjadikan Alquran dan sunah sebagai referensi utama, hingga Aisyah RA menyebut akhlak Rasulullah SAW sebagai Khuluquhul Qur`an (akhlak Rasulullah adalah Alquran).

Bagimana dengan generasi Islam saat ini, apa yang menjadi referensi utama mereka
dalam berucap dan bertindak? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh para orang tua dan pemimpin Islam saat ini. Wallahu  a'lam.
 Sumber : Akmal Umam

Kedahsyatan Efek Berbaik Sangka



Selain doa dan ikhtiar, ada amalan lain yang juga bisa mengantarkan proses 'perubahan takdir'. Amalan itu adalah amalan hati, yaitu selalu berbaik sangka (husnuzhan) dengan semua keputusan Allah SWT. Berbaik sangka merupakan produk dari olahan kekuatan iman. Tidak mungkin seseorang memiliki kemuliaan akhlak berupa husnuzhan, jika tidak yakin dengan segala sesuatu yang sudah diputuskan Allah
Seseorang yang mengaku beriman sadar benar bahwa dari setiap peristiwa maka Allah telah mentransformasikan mutiara hikmah untuk manusia. Yakni, sesuatu yang berharga yang hilang milik orang beriman (al-Hikmatu zhalatul mu'minin). Artinya, kejadian yang menimpa kita, pasti ada kadar atau nilai berharga yang sudah dipersiapkan untuk kita. Namun, sementara ini belum ditemukan. Karena itulah, kata Imam Ali karramallahu wajhah, ''Jika kita menemukannya, segeralah diambil; fain wajadaha akhadzaha.''
Pertanyaannya, bagaimana bisa mengambil barang berharga itu, sementara kita sulit untuk mendeteksinya. Di sinilah peranan amalan hati, yaitu husnuzhan. Jika kita mempersangkakan bahwa ada banyak kebaikan yang telah Allah sediakan untuk kita dari takdir-Nya itu, akan benarlahpersangkaankita.

Karena itu, bagaimana rupa takdir kita ke depan, turut ditentukan dari persangkaan kita terhadap-Nya. Simak Hadis Qudsy berikut, Anaa 'inda zhanni 'abdi bih, wa Ana ma'aka idza da'awtani, "Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku tentang Aku. Dan aku bersamamu jika memohon-kepada-Ku."

Dengan demikian, husnuzhan bisa mengantarkan seseorang meraih apa yang diharapkan. Kalaulah saat ini kita sedang berduka karena kegagalan, bersegeralah husnuzhan bahwa akan ada kebaikan setelah kegagalan itu. Yakinlah bahwa takdir kita ke depan pasti dipenuhi dengan takdir kesuksesan. Tetaplah optimis. Selama hari masih menjelang, kesempatan meninggalkan kegelapan malam masih selalu terbuka. Dan, kita akan berada di jalur siang yangterangbenderang.

Keberuntungan orang yang husnuzhan, tak hanya didapatkan di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak. Rasul menyebut orang yang husnuzhan sebagai pemegang kunci surga. Dalam sebuah taklim di hadapan para sahabatnya, Rasul mengatakan bahwa sebentar lagi akan masuk seorang yang kelak akan memegang kunci surga. Semua sahabat terpana. Sampai seorang Umar bin Khattab 'iri' dengan penyematan istilah tersebut. Tidak lama kemudian masuklah orangyangdimaksud.

Orang ini penampilannya biasa-biasa saja. Tidak ada ciri khusus. Karena penasaran, Umar meminta izin untuk menginap di rumah orang tersebut. Tiga hari Umar RA menginap di rumah orang ini. Namun, dia tidak menemukan amalan khusus orang tersebut.

Ketika Umar bertanya, apa rahasianya. Orang itu menjawab, "Ibadah dan amalanku sebenarnya biasa saja, wahai Umar. Hanya selama hidupku, aku diajari oleh ibuku untuk tidak punya perasaan buruk sangka terhadap apa pun dan siapa pun. Barangkali itulah amalan yang dimaksud Rasulullah SAW."


Sumber : Akmal Umam

Saling Memuliakan


Diceritakan, Zaid ibn Tsabit, seusai pemimpin shalat jenazah, langsung menuju kendaraan (bighal)-nya yang diparkir tak jauh dari masjid. Tiba-tiba datang Abdullah ibn Abbas, memegang kendali bighal dan mengemudikannya. Zaid mencegahnya, tetapi Abdullah terus mengemudikannya sambil berkata: “Demikian aku diperintah (oleh Rasul) untuk menghormati ulama.” Zaid lantas meminta Abdullah menjulurkan tangannya. Ia pun memberikannya, lalu Zaid memegang dan menciumnya berkali-kali. Katanya, “Demikian aku diperintah (oleh Rasul) untuk menghormati dan mencintai keluarga Nabi.” (HR Hakim dalam al-Mustadark).

Sungguh menarik apa yang diperlihatkan oleh dua orang tokoh sahabat Nabi itu. Abdullah tidak ragu-ragu memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Zaid, teman dan senior-nya yang dikenal sebagai ulama. Seperti diketahui, Zaid adalah penulis wahyu pada masa Nabi. Ia juga ketua Tim Sembilan yang ditunjuk oleh Khalifah Utsman untuk merampungkan tugas kodifikasi Alquran. Zaid juga merupakan salah seorang imam bacaan Alquran (imam al-qira’ah) di Madinah.

Penghormatan Abdullah kepada Zaid dapat dipandang sebagai penghormatan karena ilmu. Seperti dimaklumi, Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan memuliakan orang-orang yang berilmu (ulama). Nabi Adam AS, seperti dikisahkan dalam Alquran, dinobatkan sebagai khalifah, mengalahkan kompetitor terberatnya, yaitu para malaikat, adalah karena ilmu atau potensi intelektualitasnya. (QS al-Baqarah [2]: 30). Allah SWT sendiri memberikan kemuliaan kepada para ulama beberapa derajat. (QS al-Mujadilah [58]: 11).

Meskipun dimuliakan sebagai ulama, Zaid ibn Tsabit tidak lantas membusungkan dada. Ia tetap rendah hati (tawadhu`). Ia mencium tangan Abdullah berkali-kali sebagai penghormatan dan ekspresi cinta kepada keluarga Nabi. Seperti diketahui, Abdullah adalah sepupu Nabi, anak pamannya, Abbas ibn Abd al-Muthtalib. Nabi SAW sangat mencintai Abdullah. Sewaktu kecil, Abdullah pernah didoakan oleh Nabi agar pandai dalam agama dan tafsir.

Penghormatan Zaid kepada Abdullah dapat dipandang sebagai penghormatan kepada keluarga Nabi. Setiap Muslim sudah sepatutnya menghormati dan mencintai keluarga Nabi. Dalam shalat kita diperintahkan agar berselawat kepada Nabi SAW dan kepada keluarganya, “Allahumma shalli `ala Muhaammad wa `ala ali Muhammad.” Dalam Alquran disebutkan bahwa Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada kelurga Nabi. “Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (QS Hud [11]: 73).

Pada masa kita sekarang, adab saling mencintai dan menghormati ini dirasakan semakin langka dan semakin menjauh dari kehidupan kita. Pasalnya, dalam banyak hal, kita bukan saling menghormati, melainkan saling merendahkan. Ironisnya lagi, para pemimpin, tokoh, dan pemuka masyarakat justru saling bertengkar, saling menghujat, dan saling merendahkan satu dengan yang lain. Maka itu, kita perlu belajar lebih banyak lagi dari teladan Nabi SAW dan para sahabat-nya. Wallahu a`lam

Sumber : Akmal Umam

PUASA BAGI ORANG YANG SEDANG HAMIL ATAU MENYUSUI




Yang penting diketahui sekitar persoalan fidyah dan mengqadla' puasa adalah hal-hal berikut:
  1. Dalam keadaan berpuasa seorang istri yang sedang hamil, apabila khawatir terhadap kesehatan diriya dan anak yang dikandungnya, maka diperbolehkan tidak berpuasa. Firman Allah : "Dan bagi orang yang mampu menjalankan puasa (tapi tidak menjalankannya karena merasa terlalu berat) maka wajib membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin." (Al-Baqarah: 184) Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda "Allah SWT melepaskan kewajiban shalat (pada waktunya) bagi musafir, dan melepaskan tanggungan puasa atas musafir, perempuan yang hamil, dan yang menyusui." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
  2. Para ulama berbeda pendapat dalam apakah perempuan yang hamil dan yang menyusui diwajibkan mengqadla' dan membayar fidyah, atau cukupkah dengan mengqadla' saja (tanpa membayar fidyah), atau sebaliknya hanya membayar fidyah saja? (Silahkan Anda memilih sendiri mana yang paling cocok dengan keadaan Anda). Pendapat pertama (Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar): Jika keduanya (perempuan yang hamil dan yang menyusui) mengkhawatirkan kesehatan janin dan anaknya, maka hanya diwajibkan membayar fidyah (tanpa mengqadla'). Kedua (Hanafi): Sebaliknya, keduanya hanya diwajibkan mengqadla' puasa yang diitinggalkan (tanpa membayar fidyah). Ketiga (Maliki): Orang yang hamil hanya wajib mengqadla' saja (tanpa membayar fidyah), namun orang yang menyusui diwajibkan membayar fidyah dan mengqadla. Keempat (Syafi'i dan Ahmad): keduanya hanya diwajibkan mengqadla' saja jika mengkhawatirkan kesehatan diri dan anaknya. Namun jika hanya mengkhawatirkan kesehatan anaknya saja, maka wajib mengqadla' dan membayar fidyah.
  3. Mengenai mengakhirkan qadla' puasa Ramadlan hukumnya boleh-boleh saja selama tidak sampai menjelang Ramadlan berikutnya. Namun begitu, jika tidak ada halangan (seperti bepergian, bekerja keras, sakit, dan udzur-udzur lainnya), hendaknya secepatnya mengqadla'.

    Adapun seperti yang dikisahkan Sayidah Aisyah bahwa kebiasaan istri-istri Rasulullah tidak segera mengqadla Ramadlan sampai datang bulan Sya'ban (HR. Muslim) itu tidak sepenuhnya bisa dijadikan landasan dalam persoalan penundaan qadla' puasa ini. Karena kebiasaan mereka (istri-istri Rasul) seperti itu hanya berdasar kekhawatiran jika sewaktu-waktu Rasulullah membutuhkan (hajat biologis) mereka. Karena mereka tidak tahu pasti kapan Rasul akan membutuhkan mereka. Mereka beri'tikad baik senantiasa menyiapkan diri kapan saja bila Rasul membutuhkan. Dan itu mesti tidak dengan melakukan puasa. Sehingga mereka baru melakukan qadla' puasa pada bulan Sya'ban, saat mana Rasul biasa berpuasa pada sebagian besar bulan Sya'ban tersebut.

    Dengan demikian, seorang istri yang sudah ditinggal mati suaminya tidak perlu ikut-ikutan mengqadla' puasa sampai datangnya Sya'ban.
  4. Jika belum mengqadla' sampai memasuki/menjelang Ramadlan berikutnya, hendaknya segera mengqadla' pada hari-hari yang tersisa (dari bulan Sya'ban) dan melanjutkan sisanya seusai Ramadlan. Apabila penundaan qadla' dikarenakan adanya halangan seperti sakit atau perjalanan yang berkepanjangan sampai datang bulan puasa berikutnya, para ulama sepakat bahwa qadla' bisa dilakukan seusai bulan puasa berikutnya dan tidak diwajibkan membayar fidyah. Namun bila penundaan itu dilakukannya secara sengaja (tanpa ada halangan) maka diwajibkan membayar fidyah dan mengqadla'.

Sumber : Akmal Umam

MEMINDAHKAN MAKAM




ass wr wb.
         pak ustadz. saya ingin menanyakan apa yang harus kami lakukan sebelumnya apabila akan memindahkan kerangka alm.ibu dari kalimantan timur ke magelang. Insya allah akan kami lakukan tanggan 7-nov-2011.beliau meninggal pada tanggal 2-mei-2002.alasan kami memindahkan beliau adalah supaya makam akan lebih terawat mengingat putra putrinya dan familinya masih banyak yang tinggal di jawa, sehingga akan memudahkan berziarah.terimakasih pak ustadz.... saya tunggu infonya. Wass dari Hj. asih Pratiwi tenggarong kalimantan timur
Asih Pratiwi

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb
         Saudara Asih Pratiwi yang dimuliakan Allah swt
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa tidak boleh memindahkan kerangka mayat yang telah dikuburkan dari satu tempat ke tempat lainnya kecuali darurat, seperti : si mayat dikuburkan dalam keadaan belum dimandikan, dikuburkan tidak menghadap kiblat, menggunakan kain kafan atau tanah dari hasil rampasan.
         Tentang permasalahan ini, Markaz al Fatwa mengatakan bahwa memindahkan tulang belulang mayat dari kuburannya ke tempat lainnya untuk keperluan mayat yang baru atau untuk seseorang yang masih hidup tidaklah dibolehkan karena tempat yang didalamnya dikuburkan seorang muslim adalah wakaf baginya selama masih tersisa padanya daging atau tulang. Selama masih tersisa padanya sesuatu dari hal-hal diatas (daging atau tulang) maka ia adalah kehormatannya bagi seluruh tubuhnya.
         Didalam “al Manhaj” disebutkan bahwa pembongkaran kuburan setelah ia dimakamkan untuk dipindahkan atau keperluan lainnya adalah diharamkan kecuali darurat… (Markaz al Fatwa No. 63035)
         Berdasarkan penjelasan diatas maka tidak diperbolehkan bagi anda memindahkan kerangka alm. ibu anda dari kuburannya yang lama ke tempatnya yang baru kecuali darurat. Adapun alasan agar kuburannya kelak—jika dipindahkan—bisa diurus dengan baik atau berada diantara anggota keluarganya maka tidaklah termasuk darurat. Terlebih lagi jika tempat pemakaman ibu anda saat ini—Kalimantan Timur—adalah pemakaman kaum muslimin maka ia berada di dekat keluarganya atau tidak adalah sama.


Sumber : Akmal Umam

Jaringan Iblis Yang Berbahaya


Siapa Iblis?
Iblis adalah makhluk dari bangsa Jin (QS.18. Al-Kahfi : 50)
Iblis diciptakan dari api (QS.55. Ar-Rahman : 15).
 Pada mulanya Iblis adalah makhluq yang tekun ibadah kepada Allah SWT, namun menjadi makhluq terkutuk tatkala menolak mematuhi perintah Allah SWT untuk sujud kepada Adam AS dengan dalih bahwa dia diciptakan dari api, sedang Adam AS diciptakan dari tanah (QS.7. Al-A'raf : 12).
 Iblis dikutuk dan diusir dari surga (QS.15. Al-Hijr 34-35), serta ditetapkan sebagai penghuni neraka jahannam (QS.38. Shaad : 85).
Setelah dikutuk, Iblis mengajukan permohonan penangguhan kepada Allah SWT hingga Hari Qiyamat. Permohonannya dikabulkan, lalu Iblis pun bersumpah akan menyesatkan anak cucu Adam AS (QS.15. Al-Hijr : 36-40).
 Lalu Iblis menggoda Adam dan Hawa, 'alaihimas salam, hingga keduanya masuk perangkapnya. Allah SWT pun mengeluarkan Adam dan Hawa, 'alaihimas salam, dari surga, tapi kemudian Allah SWT menerima taubat keduanya (QS.2. Al-Baqarah : 36-37).
Iblis Bertauhid?
Ada orang mengatakan bahwa penolakan Iblis untuk sujud kepada Adam AS merupakan bukti kelurusan Tauhid Iblis. Karena Iblis hanya mau sujud kepada Allah SWT, bukan kepada makhluq, sesuai pernyataan Iblis bahwa dia tidak akan sujud kepada manusia yang mana pun (QS.15. Al-Hijr : 33)..
Jawabnya, pada mulanya Iblis memang bertauhid kepada Allah SWT. Namun, tatkala Iblis menolak mematuhi perintah Allah SWT dengan sikap membangkang, maka Tauhidnya gugur. Dalam Syariat Nabi Muhammad SAW memang diharamkan sujud kepada makhluq, tapi ketika penciptaan Adam AS, Syariat Nabi Muhammad SAW belum ada. Justru, Allah SWT sebagai pembuat Syariat yang memerintahkan Iblis untuk sujud kepada Adam AS, sehingga sujud kepada Adam AS bagi Iblis pada waktu itu adalah syariat Hukum Allah SWT yang harus dipatuhi oleh Iblis dan Malaikat.
Sama halnya dengan menyembelih anak kandung diharamkan dalam Syariat Nabi Muhammad SAW, tapi itu tidak berlaku pada saat Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, sebagai ujian. Justru, ketika itu penyembelihan Nabi Ismail AS bagi Nabi Ibrahim AS adalah syariat Hukum Allah SWT yang mesti ditaati. Akhirnya, ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, 'alaihimas salam, lulus ujian, maka Allah SWT menggantikannya dengan seekor kambing kibas yang bagus untuk dikurbankan.
Selain itu, pengertian Tauhid tidak hanya terbatas kepada "Uluhiyyah" yaitu pengakuan bahwa Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan Alam Semesta dan yang memilikinya serta yang menjamin rizqi makhuq-Nya. Tapi pengertian Tauhid juga harus mencakup "Ubudiyyah" yaitu pengakuan bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang mencipta Alam Semesta dan memilikinya serta menjamin makhluq-Nya adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan dipatuhi serta ditaati.
Karenanya, walau pun Iblis mengakui "Uluhiyyah" hanya untuk Allah SWT, namun pembangkangannya terhadap perintah Allah SWT menunjukkan tidak adanya pengakuan "Ubudiyyah" hanya untuk Allah SWT. Dengan demikian, Iblis tidak lagi bertauhid kepada Allah SWT, melainkan sudah kafir, karena Tauhid itu satu dan tidak berbilang, sehingga Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Ubudiyyah merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dan tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya Iblis dikutuk oleh Allah SWT.
Penangguhan dan Sumpah Iblis
Kenapa permohonan penangguhan Iblis dikabulkan oleh Allah SWT? Ada sejumlah jawaban yang diberikan Ulama : Pertama, sebagai bukti Keadilan Allah SWT yang memberi ganjaran kepada Iblis atas ibadah yang pernah dilakukannya selama ribuan tahun sebelum Adam AS diciptakan, sehingga Iblis ditangguhkan juga selama ribuan tahun hingga Hari Qiyamat. Kedua, agar Iblis tidak punya hujjah di kemudian hari untuk menuntut Allah SWT atas ibadah yang pernah dilakukannya. Ketiga, sebagai ujian bagi anak cucu Adam AS. Wallahu A'lam.
Pembangkangan Iblis terhadap perintah Allah SWT sehingga tidak mau sujud kepada Adam AS, lahir dari sifat Takabbur dan Hasud. Iblis takabbur karena merasa diri lebih mulia daripada Adam AS (QS.2. Al-Baqarah : 34).
Itu tercermin dari dalih yang digunakannya saat menolak sujud kepada Adam AS, yaitu bahwa Iblis diciptakan dari api, sedang Adam AS diciptakan dari tanah. Ada pun Iblis hasud karena iri dan dengki terhadap kemuliaan Adam AS yang dianugerahkan Allah SWT (QS.7. Al-A'raf : 12).
Sumpah Iblis di hadapan Allah SWT Untuk menyesatkan anak cucu Adam AS adalah bentuk dendam kesumat (QS.15. Al-Hijr : 49).
Dendam karena kecewa dan sakit hati terhadap manusia yang dianggap menjadi penyebab Iblis diusir dari surga dan dikutuk oleh Allah SWT, serta akan disiksa kelak dalam neraka jahannam. Kesumat karena dendam tersebut akan berlangsung turun menurun sampai Hari Qiyamat.
Visi Misi Iblis
Visi Iblis adalah pelampiasan dendam terhadap manusia, sedang Misi Iblis adalah menyesatkan manusia. Dalam rangka mensukseskan Visi Misi tersebut, maka Iblis sejak awal telah menetapkan Target dan Strategi serta Tak-Tik untuk melumpuhkan manusia. Dalam Visi Misi Iblis yang menjadi Target adalah "Buat manusia durhaka kepada Allah SWT", dengan Strategi "Halangi manusia dari jalan lurus". Ada pun Tak-Tik nya adalah "Manfaatkan kelemahan manusia", karena Iblis tahu benar bahwa manusia itu lemah (QS.4. An-Nisaa' : 28)
 dan penuh keluh kesah (QS.70. Al-Ma'aarij : 19)
 serta selalu tergesa-gesa (QS.17. Al-Isra' : 11).
Kelemahan manusia yang paling mencolok adalah "Takut miskin", dan "Ingin aman dari kemiskinan" serta memiliki "Hawa nafsu". Oleh karenanya Tak-Tik Iblis dalam memanfaatkan kelemahan manusia antara lain : Pertama, eksplorasi besar-besaran rasa takut manusia terhadap lapar dan kemiskinan serta masa depan (QS.2. Al-Baqarah : 268).
 Kedua, dorong rasa ingin aman dari lapar dan kemiskinan dengan menjadikan materi sebagai pengaman (QS.4. An-Nisaa' : 119).
  Ketiga, kembangkan hawa nafsu manusia untuk meraih aman selamanya dengan menjadikan hawa nafsunya sebagai sesuatu yang terlihat bagus dalam pandangannya, selanjutnya jadikan materi sebagai tujuan (QS.6. Al-An'aam : 43).
 Dengan tak-tik inilah, Iblis ingin menjadikan manusia sebagai makhluq materialisme yang serakah.
Iblis mengeksplorasi nafsu serakah manusia agar manusia menjadi serakah harta dan kekayaan, serakah jabatan dan kedudukan, serakah kewenangan dan kekuasaan, serta serakah penghormatan dan pujian, bahkan serakah hidup hingga cinta dunia dan takut mati. Dari sini Iblis mendorong manusia untuk menguasai ekonomi dan keuangan dunia serta mengendalikan politik untuk melindungi keserakahannya. Selanjutnya, Iblis selalu menuntun manusia untuk memperbudak manusia lainnya dengan menguasai sumber daya manusia serta menghisapnya sebanyak-banyaknya dan selama-lamanya hanya untuk memenuhi nafsu serakahnya. Orang bijak pernah berkata : "Dunia dan isinya cukup untuk memenuhi kebutuhan SEMUA manusia, tapi takkan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan SEORANG manusia."
Iblis akan terus menerus mengeksplorasi nafsu serakah manusia, sehingga manusia merasa diri sebagai "Tuhan", dimana kehendaknya harus berlaku, ucapannya menjadi putusan hukum yang harus dipatuhi, tidak boleh dikritik apalagi diprotes, dan dia tidak mau tunduk kepada siapa pun, termasuk kepada Tuhan yang sebenarnya yaitu Allah SWT.
Jaringan Kerja Iblis
Visi dan Misi Iblis terlalu besar, sehingga mustahil dikerjakan sendiri, karena pelampiasan dendam terhadap SEMUA manusia dengan menyesatkan SEMUA anak cucu Adam AS di atas muka Bumi yang luas merupakan hal yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh Iblis sendirian. Karenanya, Iblis merekrut pengikut dari kalangan jin dan manusia sebanyak-banyaknya, serta membuat network (Jaringan Kerja) seluas-luasnya.
Jaringan Kerja Iblis  memiliki banyak "kegunaan" bagi Iblis dalam melaksanakan Visi dan Misinya, antara lain :
Pertama, meringankan beban, karena menyesatkan milyaran manusia menjadi beban sangat berat bagi Iblis.
Kedua, memudahkan kerja, karena menyesatkan manusia banyak sepanjang zaman adalah pekerjaan sangat sulit bagi Iblis.
Ketiga, menguatkan visi misi, karena visi misi Iblis tidak mungkin bahkan mustahil dikerjakan sendirian.
Keempat, memaksimalkan kerja dan mengoptimalkan hasil, yaitu dengan jaringan kerja Iblis yang terorganisir maka kerja dan hasilnya bisa maksimal dan optimal.
Kelima, mencapai target, yaitu dengan jaringan kerja Iblis yang tersistem maka menjamin pencapaian target yang diinginkan Iblis.
Lalu siapakah yang menjadi Jaringan Iblis?
Pertama: yang pasti adalah keturunan Iblis, karena di dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa Iblis dan keturunannya menjadi musuh bagi umat manusia (QS.18. Al-Kahfi : 50)
Kedua: adalah kelompok Kafir dan Munafiq dari kalangan manusia dan jin, dalam Al-Qur'an disebut sebagai Syetannya manusia dan jin (QS.6. Al-An'aam : 112)
Di kalangan manusia, Iblis membuat jaringan besar dan luas dengan aneka kelompok dan jenisnya yang tersebar di seluruh muka Bumi, antara lain yang terbesar dan sangat berbahaya adalah :
 Pertama, kelompok Zionis yang selalu memusuhi Islam dan berupaya menghancurkannya dengan cara keji dan biadab.
Kedua, kelompok Misionaris yang selalu berupaya memurtadkan umat Islam dengan berbagai macam cara, mulai dari bujuk rayu hingga pemaksaan.
Ketiga, kelompok Musyrik yang membudayakan dan melestarikan berbagai kemusyrikan di tengah masyarakat.
Keempat, kelompok Atheis yang menentang eksistensi Tuhan dan agama.
Kelima, kelompok Aliran Sesat yang menyebarluaskan ajaran sesat dan menyesatkan di tengah umat, termasuk perdukunan dan para pemuja Syetan.
Keenam, kelompok Ahli Ma'siat yang selalu menyebarluaskan kemunkaran untuk merusak Aqidah, Syariat dan Akhlak umat Islam, ini mencakup semua sindikat kejahatan dalam bidang korupsi, pencurian, penipuan, perampokan, perzinahan, pelacuran, pemerkosaan, pornografi, pornoaksi, perjudian, minuman keras, narkoba, premanisme, penjualan manusia merdeka, hingga penculikan, penganiayaan dan pembunuhan..
Dalam QS.4. An-Nisaa' : 76, Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya,
 yang artinya : "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang Kafir berperang di jalan Thoghut, maka perangilah para pengikut syetan itu, karena sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah." Ini adalah info ilahi yang luar biasa, yang menguak tabir rahasia kekuatan Iblis dan bala tentara syetannya.
Berdasarkan ayat tersebut, ternyata visi misi Iblis dengan semua target, strategi, tak-tik dan programnya beserta segala kekuatan ekonomi, sosial, politik, teknologi, komunikasi, informasi hingga militernya, berikut segenap kecanggihannya di seluruh dunia, adalah LEMAH. Bahkan Iblis sendiri mengaku bahwasanya ia takkan mampu mengalahkan dan menguasai hamba-hamba Allah SWT yang ikhlash dalam beriman dan beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam QS.15. Al-Hijr : 40.
Karenanya, Allah SWT mewasiatkan kepada orang yang beriman dalam QS.4. An-Nisaa' : 104
 yang artinya : "Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan sebagaimana kamu menderitanya. Sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Dengan ayat ini, ada berita besar berharga bahwasanya musuh Islam ternyata tidak sebesar dan sekuat serta sehebat yang dibayangkan sementara orang. Jika pembela Allah SWT menderita dalam melawan musuh Allah SWT, ternyata pembela Iblis juga menderita dalam melawan musuh Iblis. Jika para pejuang Allah SWT mengeluarkan tenaga, pikiran dan harta yang besar dalam melawan musuh, pusing memikirkan lawan, sibuk membuat strategi, lelah mengayunkan langkah, kurang tidur dan tak ada waktu untuk istirahat, lalu terluka dan terbunuh, maka ternyata para musuh Allah SWT juga akan merasakan hal yang sama. Bahkan penderitaan musuh Allah SWT lebih parah, karena mereka tak ada harapan mendapat rahmat dan ridho Allah SWT, sedang para pejuang Allah SWT dengan segala penderitaannya senantiasa memiliki harapan mendapat rahmat dan ridho Allah SWT.
Dan dengan ayat ini pula, umat Islam mendapat isyarat ilahi bahwasanya jika para pembela Iblis berani menderita, bahkan siap mati untuk meraih ridho Iblis dan masuk Neraka Jahannam, maka para pejuang Allah SWT harus lebih siap menderita, dan lebih siap mati untuk meraih ridho Allah SWT dan masuk ke dalam surga-Nya.!
Hasbunallaahu wa Ni'mal Wakiil, Ni'mal Maulaa wa Ni'man Nashiir.


Sumber : akmal umam