Subhanallah, Potong Hewan Cara Islam Jauh Lebih ‘Berprikehewanan’ dan Sehat Dibandingkan Cara Barat Dengan Dipingsankan Terlebih Dahulu
Bandung.detik.com – Australia menghentikan ekspor sapi ke Indonesia setelah beredar video kekejaman
terhadap sapi Australia .
Industri
sapi ternak Australia menginginkan RPH di Indonesia memberlakukan standard
World Organisation for Animal Health (OIE) salah satunya yaitu sapi dibuat
pingsan dulu sebelum disembelih. Lebih ‘berprikehewanankah’ cara itu
dibandingkan sapi disembelih dalam keadaan sadar?
Berdasarkan penelusuran detikbandung, Nanung
Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LP.POM-MUI Propinsi DIY dan Dosen
Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta, membuat makalah mengenai hal ini. Di
beberapa website Islam seperti baitul-ummah.org serta blog pribadi maupun forum
komunitas, ringkasan makalah itu yang dibuat Usman Effendi tersebar.
Disebutkan dua staf ahli peternakan dari Hannover
University, sebuah universitas terkemuka di Jerman, yaitu Prof Dr Schultz dan
koleganya Dr Hazim memimpin penelitian mengenai manakah yang lebih baik dan
paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa
proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan
pemingsanan)?
Keduanya merancang penelitian sangat canggih,
mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan
otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut
Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang
menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan
mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.
Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro
Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena
disembelih. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG
maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu.
Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka
separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh
sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.
Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan
dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher
bagian depan, yakni saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh
darah, yaitu arteri karotis dan vena jugularis.
Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh
ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung
sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar
mati.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan
dilaporkan oleh Prof Schultz dan Dr Hazim di Hannover University Jerman itu
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Penyembelihan
menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktik
penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:
Pertama,
pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher
sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal
ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada
indikasi rasa sakit.
Kedua,
pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik
secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak)
hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut,
tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.
Ketiga,
setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar
biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota
tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi
antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar
melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak
naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini
diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!”
(tidak ada rasa sakit sama sekali).
Keempat,
karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal,
maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi
manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan
prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
Penyembelihan dengan cara Dipingsankan
Pertama,
segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh
dan roboh. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah
dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa
meronta-ronta, dan tampaknya tanpa mengalami rasa sakit. Pada saat disembelih,
darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning
(pemingsanan).
Kedua,
segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata
pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang
diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).
Ketiga,
grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke
batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang
luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung
kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta
tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
Keempat,
karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal,
maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga
dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.
Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi
daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak
mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi
tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas
daging.
Hasil penelitian Prof Schultz dan Dr Hazim juga
membuktikan pisau tajam yang mengiris leher ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf
rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi
meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit,
melainkan sebagai ekspresi keterkejutan otot dan saraf saja yaitu pada saat
darah mengalir keluar dengan deras.
Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu
sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak
menunjukkan adanya rasa sakit itu.
Sumber : Akmal Umam
Sumber : Akmal Umam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar